Powered By Blogger

27 Apr 2011

Asuhan Keperawatan Talasemia

I. Anatomi fisiologi
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari system endokrin juga diedarkan melalui darah.. Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior.
Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.

II. Pengertian
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb. Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalam sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa. Jenis thalasemia secara klinis dibagi menjadi dua golongan, yaitu thalassemia mayor yang memberikan gejala yang jelas bila dilakukan pengkajian dan thalasemia minor yang sering tidak memberikan gejala yang jelas. Thalassemia (Talasemia) merupakan penyakit darah resesif autosomal yang diwariskan atau diturunkan. Pada penderita thalassemia, cacat genetic menyebabkan tingkat pembentukan salah satu rantai-rantai globin yang menyusun hemoglobin menjadi berkurang . Sintesa salah satu rantai globin yang berkurang tersebut dapat menyebabkan pembentukan molekul hemoglobin yang abnormal, sehngga menyebabkan anemia, sebagai gejala khas thalassemia yang nampak.
Penderita Talasemia mempunyai masalah dengan jumlah globin yang disintesis terlalu sedikit, sedangkan “anemia sel sabit” (hemoglobinopathy atau kelainan pada hemoglobin) adalah masalah kualitatif dari sintesis globin yang berfungsi tidak benar. Talasemia biasanya menyebabkan rendahnya produksi protein-protein globin yang normal. sering kali melalui mutasi pada gen pengatur. Hemoglobinopathy (kelainan pada hemoglobin) menunjukan kelainan struktural dalam protein globin itu sendiri. Dua kondisi bisa terjadi overlap, namun, karena sebagian kondisi yang menyebabka abnormalitas pada protein-protein globin (hemoglobinopathy) juga mempengaruhi pada hasilnya (talasemia). Dengan demikian, beberapa thalassemia adalah hemoglobinopathy, tapi sebagian besar bukan. Salah satu atau kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan anemia.
Penyakit talasemia sangat umum di kalangan orang-orang Mediterania, sehinga kaitan geografis inilah yang menjadi sejarah penamaan penyakit talasemia ini: Thalassa (θάλασσα) adalah bahasa Yunani untuk laut, Haema (αἷμα) adalah bahasa Yunani untuk darah.
III. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan. Banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel - selnya

III.Patofisiologi
Konsekuensi hematologic karena kurangnya sintesis satu rantau globin disebabkan rendahnya hemoglobin intraseluler (hipokromia) dan kelebihan relative rantai lainnya.
• β-Thalasemia . dengan berkurangnya sintesis β-globin, sebagian besar rantai α yang diproduksi tidak dapat menemukan pasangannya rantai β untuk berikatan. Rantai α yang bebas membentuk agregat yang sangat tidak stabil dan menghasilkan berbagai akibat selanjutnya, yang terpenting adalah kerusakan membrane sel, menyebabkan keluarnya K⁺ dan gangguan sintesis DNA. Perubahan ini menyebakan destruksi precursor sel darah merah dalam sumsum tulang (eritropoesis inefektif) dan hemolisis sel darah abnormal dilimpa (status hemolitik). Anemia yang disebabkannya, bila parah, menyebabkan ekspansi kompensasi sumsum eritropoetik, yang dapat menembus korteks tulangdan menyebabkan abnormalitas rangka pada anak-anak yang sedang bertumbuh. Eritropoesis yang inefektif juga berkaitan dengan absorpsi berlebihan besi dari makanan, yang bersama dengan berulangnya transfuse darah (diperlukan oleh beberapa penderita) menyebabkan kelebihan besi yang parah.
• α-thalassemia. Berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis rantai α dan rantai non-α (β,γ, atau δ). Rantai non-α yang tidak mempunyai pasangan akan membentuk agregat yang tidak stabil yang merusak sel darah merah dan prekursornya.

IV. Tanda dan gejala
1. Pucat
2. Fasies mongoloid fasies cooley
3. Gangguan pertumbuhan
4. Hepatosplenomegali
5. Ada riwayat keluarga
6. Ikterus atau sub ikterus
7. Tulang; osteoporosis, tampak struktur mozaik
8. Jantung membesar karena anemia kronis
9. Ginjal juga kadang – kadang juga membesar disebabkan oleh hemophoesis ekstra meduller
10. Kelainan hormonal seperti : DM, hipotiroid, disfungsi gonad
11. Serangan sakit perut dengan muntah dapat menstimulasi gejaaala penyakit abdomen yang berat

V. Pemeriksaan Laboratorium
• Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit
dalam batas normal
• Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis,
polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
• Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
• Kadar besi serum meningkat
• Bilirubin indirect meningkat
• Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
• Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor

VI. Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai,
komplikasi lain :
• Infark tulang
• Nekrosis
• Aseptic kapur femoralis
• Asteomilitis (terutama salmonella)
• Hematuria sering berulang-ulang

VII. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan cara yang dapat menyembuhkan thalassemia. Namun terdapat beberapa terapi untuk mengurangi gejala yang ditimbulkannya:
o Atasi anemia dengan transfusi PRC. Transfusi hanya diberikan bila Hb <8g/dL. Sekali diputuskan untuk diberi transfusi darah, Hb harus selalu dipertahakan di atas 12 g/dL tidak melebihi 15 g/dL. Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum transfusi di atas 5 g/dL, diberikan 10-15 mg/kgBB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 mL/kgBB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb <5 g/dL, dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 mL/kgBB/jam. Sambil menunggu persiapan transfusi darah diberikan oksigen dengan kecepatan 2-4 1/menit. Setiap selesai pemberian satu seri transfusi, kadar Hb pasca transfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian transfusi terakhir. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi, yaitu Desferal secara im atau iv. o Usaha untuk mencegah penumpukan besi (hemochromatosis) akibat transfusi dan akibat patogenesis dari thalassemia dapat dilakukan dengan pemberian iron chelator yaitu desferoksamin (desferal R) sehingga mengingkatkan ekskresi besi dalam urine. Desferal diberikan dengan infusion bag atau secara subkutan. o Pemberian asam folat 5 mg/hari secara oral untuk mencegah krisis megaloblastik. o Usaha untuk mengurangi proses hemolisis dengan splenektomi jika splenomegali cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisiko mengalami ruptur. Hipersplenisme dini ditandai dengan jumlah transfusi melebihi 250 mL/kgBB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penurunan Hb yang drastis. Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya pansitopenia. Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat fungsi limpa dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain. o Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui transfusi darah. o Terapi definitif dengan transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan talasemia mayor. Transplantasi yang berhasil akan memberikan kesembuhan permanen. o Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati, endokrin termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata, dan tulang. VIII. Prognosis Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart’s. Pada umumnya kasus penyakit Hb H mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfuse darah atau splenektomi dan dapat hidup biasa. Thalassemia alfa 1 dan thalassemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus. Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternative tetapi hingga saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau bermanfaat yang sama di antara berbagai penyelidik secara global. Thalassemia β homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia decade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agents (desferal) untuk mengurangi hemosiderosis (harga umumnya tidak terjangkau oleh penduduk Negara berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfuse yang cukup dan perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai decade ke 5 dan kualitas hidup juga lebih baik. Asuhan keperawatan A. Pengkajian 1. Asal keturunan/kewarganegaraan Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. 2. Umur Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun. 3. Riwayat kesehatan anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. 4. Pertumbuhan dan perkembangan Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. 5. Pola makan Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya. 6. Pola aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah 7. Riwayat kesehatan keluarga Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan. 8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC) Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter. 9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah: a) Keadaan umum Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal. b) Kepala dan bentuk muka Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar. c) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan d) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman e) Dada Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik f) Perut Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali). g) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. h) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik. i) Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis). 10. Penegakan diagnosis 1) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai berikut: o Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna ) o Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang o Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal o Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe dalam serum tinggi 2) Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah didalam pembuluh darah. 11. Penatalaksanaan 1. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang 2. Perawatan khusus : 1) Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan. 2) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar. 3) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi. 4) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh. 5) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai. B. Diagnosa keperawatan 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel. 2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah) 3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penigkatan peristaltic.












NURSING CARE PLAN

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditandai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing, warna kulit pucat, bibir tampak kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi dengan kriteria:
• Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
• Ektremitas hangat
• Warna kulit tidak pucat
• Sclera tidak ikterik
• Bibir tidak kering
• Hb normal 12 – 16 gr% 1. Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas


2. Atur Posisi Semi Fowler



3. Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah

4. Pemberian O2 kapan perlu 1. Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat Membantu Dalam Menentukan Intervensi Yang Tepat
2. Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
3. Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat
4. Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb meningkat

2 Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah) ditandai dengan pasien minum kurang dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor kulit lambat kembali, produksi urine kurang. Tujuan : defisit volume cairan dan elektrolit teratasi dengan kriteria:
• Pasien minum 7 – 8 gelas /hr
• Mukosa mulut lembab
• Turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik 1. Observasi Intake Output Cairan

2. Observasi Tanda Vital




3. Beri pasien minum sedikit demi sedikit



4. Teruskan terapi cairan secara parenteral sesuai dengan instruksi dokter 1. Mengetahui jumlah pemasukan dan pengeluaran cairan
2. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardi
3. Dengan minum sedikit demi sedikit tapi sering dapat menambah cairan dalam tubuh secara bertahap
4. Pemasukan cairan secara parenteral sehingga cairan menjadi adekuat
3 Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan peristaltik yang ditandai dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut distensi, peristaltik usus 10 x/m Tujuan : gangguan rasa nyaman (nyeri ) teratasi dengan kriteria :

• Nyeri abdomen hilang atau kurang

• Abdomen timpani (perkusi)

• Perut tidak distensi

• Peristaltik usus normal 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya


2. Beri buli-buli panas / hangat pada area yang sakit



3. Lakukan massage dengan hati-hati pada area yang sakit
4. Kolaborasi pemberian obat analgetik 1. Mengetahui jika terjadi hipoksia sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan tepat
2. Hangat menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan sirkulasi darah pada daerah tersebut
3. Membantu mengurangi tegangan otot

4. Mengurangi rasa nyeri dengan menekan system syaraf pusat (SSP)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marillyn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi 3.Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
Sodeman.1995.Patofisiologi.Edisi 7.Jilid 2.Hipokrates.Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar